INSTRUMEN KEUANGAN PUBLIK ISLAM
Oleh :
Aldra
Puspita Rahma
170811194067
Kharaj
Kharaj
yang berarti pajak, dalam keuangan publik islam istilah kharaj dikenal sebagai
pajak atas tanah sedangkan dalam istilah syar’i kharaj merupakan pajak yang
dibebankan kepada nonmuslim atas tanah yang telah ditaklukkan oleh pasukan umat
muslim. Menurut Al-mawardi kharaj ialah biaya yang dikenakan pada kepemilikan
tanah, atau semacam kewajiban yang harus dipenuhi. Awalnya kharaj ialah suatu barang rampasan
perang (ghanimah) berupa tanah yang
terjadi pada masa Amirul Mukminin Umar bin al-Khathab. Harta kharaj diambil
setelah pasukan muslim menaklukkannya untuk kemudian dikelola agar dapat
membawa manfaat bagi masyarakat muslim, serta dengan penetapan kharaj tersebut
dapat menjadi pemasukan bagi Negara agar suatu perekonomian dapat berjalan
dengan stabil. Kebijakan yang diambil Umar telah mempertimbangkan pada segi
maqashid syariah dimana dengan tidak membagikan tanah agar manfaat dari tanah
dapat dirasakan dari generasi ke generasi. Kebijakan tersebut akhirnya diambil
oleh Abu yusuf dan ditulis dalam Al-kharaj yang di dalamnya menegaskan bahwa
ide dari penarikan pajak dengan tidak membagikan tanah kepada kaum muslimin
merupakan suatu investasi bagi keberlangsungan negara di masa depan dengan
mengambil pajak dari hasil pengelolaan pemilik tanah.
Umar
bin khattab, dalam mengambil kebijakan tersebut memiliki alasan diantaranya
beliau mengatakan bahwa wilayah negara Islam telah meluas dengan itu perbatasan
pun juga ikut meluas diikuti perangkat negara yang semakin bertambah. Sehingga,
negara membutuhkan lebih banyak lagi dana untuk keberlangsungan semua itu.
Tanah kharaj menjadi pemilik aslinya apabila dalam mendapatakannya tidak
terjadi pertempuran oleh kaum muslim dia berhak menggunakannya dan wajib
membayar pajak, sedangkan jika tanah tersebut dalam memperolehnya dengan
pertempuran maka akan menjadi kekayaan milik publik dengan tetap adanya pajak
dan dilarang diperjual belikan.
a.
Restrukturisasi Mekanisme Pemungutan Pajak
Kharaj
Pada
masa kekuasaan khalifah Harun terdapat pembahasan tentang pajak pertanian. Hal
itu dikarenakan tanah Irak dan Syam sangat subur sehingga beliau berinisiatif membuat aturan
terkait pengelolaan yang sesuai dengan syariah sebab dapat menjadi pendapatan
bagi negara. Sistem pemungutan terjadi perubahan dari yang sebelumnya
menggunakan masahah (luasnya tanah) menjadi muqosamah yaitu pajak yang didapat
setiap kali pemungutan yang dapat berubah menjadi kerjasama maupun
perlindungan, sistem ini diperbolehkan atas dasar kemaslahatan. Adapun menurut
Al Bajari kelebihan pada sisteme ini yaitu :
1) Negara
akan memperoleh pendapatan rutin
2) Mampu
mendorong produktifitas sektor pertanian
3) Dapat
mewujudukan keadilan dan kesejahteraan
b.
Sistem pemungutan pajak
Abu
yusuf berfikiran bahwa terjadi kedzaliman pada sistem pemungutan pajak oleh
Harun yaitu taqbil atau qibalah, adalah seorang pemimpin yang mempekerjakan
seseorang untuk memungut pajak di luar daerahnya dalam jangka waktu satu tahun.
Menurut abu yusuf sistem ini membuka peluang terjadinya Kolusi, Korupsi dan
Nepotisme, sehingga mengusulkan untuk mencabut sistemnya. Karena dapat menimbulkan kedzaliman pada
pembayar pajak yang berakibat pada kerusakan karena telah berbuat tidak sesuai
dengan syariat. Oleh karena itu, beliau menyarankan agar negara sendiri yang
melakukan penghimpunan kharaj kepada para petani.
c.
Kriteria Pegawai Pajak
Dalam
mengelola dana pajak sudah menjadi keharusan untuk bersikap profesional yang
dapat membawa kebaikan bagi negara dan rakyat. Oleh karenanya, pemerintah
berhak mengelola dan mengurus wilayahnya demi kepentingan bersama. Namun,
pemerintah hanyalah sebatas pengelola, dan kekayaaan publik harus
didistribusikan secara adil dan merata kepada rakyat. Adapun kriteria pengelola
pajak diantaranya :
1) Beragama
baik
2) Dapat
dipercaya
3) Menguasai
ilmu fikih
4) Pandai
bermusyawarah
5) Mejaga
harga diri
6) Membela
kebenaran
7) Berorientasi
pada falah
8) Jujur
9) Tidak
berbuat dzalim
Jizyah
Jizyah,
atau dalam bahasa Turki Utsmaniyah disebut cizye, merupakan pajak per kapita
yang diberikan penduduk non-Islam yang berkedudukan di suatu negara yang berada
di bawah pemerintahan Islam. Sebagai gantinya, mereka mendapatkan kebebasan
yaitu:
a. Menjalankan
ibadah mereka,
b. Mendapatkan
kebebasan komunal tertentu
c. Mendapat
perlindungan dan keamanan dari negara jika ada agresi militer, baik dari dalam
maupun luar wilayah kekuasaan
d.
Mendapat kebebasan untuk tidak ikut wajib
militer dan tidak membayar zakat yang ditanggung dan dikenakan oleh masyarakat
muslim
Pihak yang Berkewajiban Menurut Abdul Qadeem Zallum, pihak-pihak yang harus
membayar jizyah di antaranya :
a.
Ahli kitab, dalam hal ini merupakan
orang-orang Yahudi dan Nasrani
b. Selain
ahli kitab, dalam hal ini merupakan orang-orang selain Yahudi dan Nasrani
seperti Majusi, Hindu, Komunis, dan lain sebagainya.
c.
Pengecualian diberikan kepada kaum Paganis
Arab, yaitu kaum yang menyembah berhala di wilayah jazirah Arab, dikarenakan
tidak ada pilihan lain kecuali harus masuk Islam, jika tidak maka akan
diperangi masyarakat Muslim.
Syarat Pembayaran Jizyah Menurut Abdul Qadeem Zallum,
ketentuan pihak yang wajib membayar jizyah yaitu:
a.
Hanya dikenakan oleh laki-laki baligh dan waras
(tidak gila)
b.
Harus dalam keadaan mampu secara ekonomi,
jika tergolong kafir maka akan disantuni
Kesimpulan
Dari
apa yang telah diuraikan di atas, maka kita dapat mengambil beberapa kesimpulan
yaitu:
a.
Islam tidak mengenal jenis pajak seperti
sekarang ini kecuali pajak atas tanah (kharaj) dan pajak atas jiwa (jizya).
b.
Pajak
boleh dilakukan dengan syarat terjadi kekurangan di baitul maal (jika di analogikan di Indonesia
sama dengan APBN)
c.
Karena pajak hanya berfungsi untuk
menambah kekurangan kas negara pada baitulmaal yang didapat dari sumber
pendapatan negara terutama zakat. Pengambilan pajak yang besar dan melebihi
kemampuan masyarakat maka pajak dapat menjadi haram.
d.
Terdapat hubungan lurus (positif) antara
jumlah peningkatan penerimaan pajak dan peningkatan jumlah penduduk miskin di
Indonesia.
e.
Jizyah
merupakan pemungutan pajak untuk non-Islam yang bertempat di wilayah kekuasaan
pemerintahan Islam. Adanya kebijakan tersebut dikarenakan tidak ikut sertanya
membantu kaum Muslimin dalam memerangi musuh
f.
Kharaj sendiri terbagi menjadi dua yaitu
kharaj ‘unwah, yang diambil dari semua tanah yang dikuasai oleh kaum muslimin
dari tangan orang kafir secara paksa melalui perang, dan kharaj shulhi, yang
diambil dari tiap tanah yang penduduknya telah menyerahkan diri kepada kaum
muslimin secara damai (diplomasi)
Komentar
Posting Komentar