Sejarah Keuangan Publik
Oleh
Aldra Puspita Rahma
17081194067
Masa sebelum kejayaan Islam terdapat dua negara yang
berkuasa, yaitu Romawi dan Persia. Negara tersebut menjadi pelopor tentang
perpajakan sebelum ajaran Nabi Muhammad SAW (Muti dan Huda, 2011: 15). Terdapat
beberapa alasan penting terkait perkembangan keuangan publik dengan kedua
negara tersebut, antara lain:
1. Kedua negara tersebut berdekatan dengan negara Islam di
Jazirah Arab.
2. Kedua negara tersebut pertama kali yang memiliki aturan
tentang pajak.
3. Perbandingan antara peraturan perpajakan dalam Islam dan
Non-Islam
Perpajakan dan
Pembelanjaan Negara Romawi
Negara Romawi dipimpin seorang kaisar. Kaisar tersebut yang
membuat aturan dan Undang-Undang keuangan dan menetapkan besaran pajak sesuai
keinginan pribadinya. Ketidakadilan terjadi ketika kaisar menetapkan tambahan
pajak secara tiba-tiba yang menambah kesulitan pembayar pajak. Pada abad ke
tiga kekaisaran Romawi berperang dengan bangsa Barbar dan kerajaan Persia,
dimana semua biaya perang tersebut ditanggung oleh rakyat melalui pajak dengan
terpaksa.
Perpajakan dan
Pembelanjaan Negara Persia
Pada tahun 226 M, Ardeshir mendirikan negara baru bernama
Persia dengan memakai peraturan dan Undang-Undang otoriter. Kemudian Ardeshir
dan keturunannya disebut penguasa para raja “Syahansyah”. Dengan menganut
sistem pemerintahan otoriter, membuat kerajaan persia memiliki 2 sumber
pendapatan yaitu pajak bumi dan pajak kepala. Selain kedua pajak tersebut
terdapat upeti yang dipungut ketika terjadi peperangan, upeti atas perniagaan
yang melewati perbatasan, dan upeti yang dipungut oleh pemuka agama (Muti dan
Huda, 2011: 19-20).
Perkembangan Keuangan
Islam
Periode pendirian dari
tahun 1963-1976
Periode ini melihat perkembangan analitis kerja, kerjasama
internasional, dan aktivitas perbankan. Penelitian terbesar di seluruh dunia
muslim, memfokuskan pada bidang yang menyangkut kehidupan sehari-hari orang
muslim juga organisasi yang didirikan dengan tujuan membangun dan mengembangkan
budaya dan hubungan agama di negara-negara muslim.
Periode penyebaran dari
tahun 1977-2002
Periode ini dipicu oleh kenaikan tajam harga minyak dan
akumulasi kekayaan di Timur Tengah. Hal itu mencerminkan pendirian lebih dari
seratus bank islam di seluruh dunia seperti: Dar Al-Maal Al-Islam pada 1921 dan
Al-Baraka Group pada 1982.
Periode pengakuan internasional dari tahun 2003-2009 Periode
ini mencerminkan sebuah penerimaan global terhadap perkembangan dan pentingnya
keuangan islam oleh regulator di seluruh dunia khususnya Cina, Eropa, dan AS.
Periode evaluasi dari
tahun 2009-2015
Selama periode ini pertumbuhan momentum dari aset keuangan
islam yang diolah selama krisis keuangan global (dibandingkan dengan aset
keuangan konvensional).
Perkembangan Keuangan
Publik Islam
Keuangan Publik di masa
Rasulullah SAW
Pada masa Rasulullah SAW, kondisi perekonomian masih sangat
lemah dan hanya dibantu dari hasil pertanian (Noviyanti, n.d.), sehingga sistem
keuangan pada masa tersebut tidak mengalami perkembangan yang signifikan dan
pengaturan keuangan masih sangat sederhana (Muti dan Huda, 2011: 22). Perubahan
yang dilakukan Rasulullah SAW adalah membentuk lembaga yang disebut Baitul Maal
yang merupakan proses penerimaan pendapatan dan pembelanjaan secara transparan
yang bertujuan sebagai welfare oriented (Orientasi kesejahteraan). Dalam
kebijakan fiskal, Baitul Maal tidak menerima zakat saja tetapi juga mencakup
kharaj (pajak atas tanah), khums, jizyah, dan penerimaan lainnya (Noviyanti,
n.d.). Baitul Maal juga tempat pengumpulan dana atau kekayaan negara Islam yang
digunakan untuk pengeluaran tertentu. Pengaturan di Baitul Maal sangat
fleksibel dan tidak tidak terlalu birokratis (Karim, 2006: 99-100).
Keuangan
Publik Pada Masa Khulafaurrasyidin .
a. Masa
Kekhalifahan Abu Bakar As-shiddiq
Abu Bakar Shiddiq terpilih sebagai khalifah dalam
kondisi miskin, sebagai pedagang dengan hasil yang tidak mencukupi kebutuhan
keluarga. Sejak menjadi khalifah, kebutuhan keluarga Abu Bakar diurus oleh
kekayaan dari Baitul Maal ini. Menurut beberapa keterangan, beliau
diperbolehkan mengambil dua setengah atau dua tiga perempat dirham setiap
harinya dari Baitul Maal dengan tambahan makanan berupa daging
domba dan pakaian biasa. Setelah berjalan beberapa waktu, ternyata tunjangan
tersebut kurang mencukupi sehingga ditetapkan 2.000 atau 2.500 dirham dan
menurut keterangan lain 6.000 dirham per-tahun.
b. Masa
Kekhalifahan Umar Bin Khatab Al-Faruqi
Ada beberapa hal yang perlu dicatat berkaitan dengan
masalah kebijakan keuangan Negara pada masa khalifah Umar, diantaranya
adalah:
1) Baitul
Maal
Property Baitul Maal dianggap sebagai “harta kaum
muslim” sedangkan khalifah dan amil-amilnya hanyalah pemegang kepercayaan.
Jadi, merupakan tanggun jawab Negara untuk menyediakan tunjangan yang
berkesinambungan untuk janda, anak yatim, anak terlantar, membiayai penguburan
orang miskin, membayar hutang orang-orang bangkrut, membayar uang diyat untuk
kasus-kasus tertentu dan untuk memberikan pinjaman tanpa bunga untuk urusan
komersial .
2) Kepemilikan
Tanah
Sepanjang pemerintahan Umar, banyak daerah yang
ditaklukan melalui perjanjian damai. Disinilah mulai timbul permasalahan
bagaimana pembagiaanya, diantaranya ada sahabat yang menuntut agar kekayaan
tersebut didistribusikan kepada para pejuang, sementara yang lainnya menolak.
Oleh karena itu, dicarilah suatu rencana yang cocok baik untuk mereka yang
datang pertama maupun yang datang terakhir.
3) Zakat dan
Ushr
Sebelum Islam, setiap suku atau kelompok suku yang
tinggal di pedesaan biasa membayar pajak (ushr) pembelian dan penjualan (maqs).
4) Sedekah untuk
non-Muslim
Tidak ada ahli kitab yang membayar sedekah atas
ternaknya kecuali orang Kristen Banu Taghlib yang seluruh kekayaannya terdiri
dari ternak. Mereka membayar 2 kali lipat dari yang dibayar kaum muslim. Banu
Taghlib adalah suku Arab Kristen yang menderita akibat perperangan.
5) Mata Uang
Pada masa nabi dan sepanjang masa Khulafaurrasyidin
mata uang asing dengan berbagai bobot sudah dikenal di Arabia, seperi dinar,
sebuah koin emas dan dirham sebuah koin perak. Bobot dinar adalah sama dengan
mistqal atau sama dengan dua puluh qirath atau seratus grain barley. Bobot
dirham tidak seragam. Untuk menghindari kebingungan, Umar menetapkan bahwa
dirham perak seberat 14 qirath atau 70 grain barley. Dus, rasio antara 1 dirham
dan 1 mistqal adlah 7 per 10. Meskipun demikian, perlu diketahui bahwa sebelum
nabi lahir, perekonomian saat itu telah menggunakan emas dan perak sebagai alat
transaksi.
6) Klasifikasi
Pendapatan Negara
Pada periode awal Islam, para khalifah mendistribusikan
semua pendapatan yang diterima. Kebijakan tersebut berubah pada masa Umar.
Pendapatan yang diterima di Baitul Maal terbagi dalam 4 jenis:
a) Zakat
dan ushr
b) Khums
dan Sedekah
c) Kharaj,
fay, jizyah, ushr dan sewa tetap tahunan tanah
d) Berbagai
macam pendapatan yang diterima dari semua macam sumber.
7) Pengeluaran
Bagian pengeluaran yang paling penting dari pendapatan
keseluruhan adalah dana pension kemudian diikuti oleh dana pertahanan Negara
dan dana pembangunan. Secara garis besar pengeluaran Negara pada masa
kekhalifahan Umar dikeluarkan untuk kebutuhan yang mendapat prioritas pertama,
yaitu pengeluaran dana pensiunbagi mereka yang bergabung dalam kemiliteran,
baik muslim maupun non-Muslim. Dana tersebut juga termasuk pensiunan bagi
pegawai sipil.
c. Masa
Kekhalifahan Utsman Bin Affan
Utsman bin Affan adalah khalifah ketiga. Pada enam
tahun pertama kepemimpinannya, Balkh, Kabul, Ghazni, Kerman, dan Sistan
ditaklukkan. Untuk menata pendapatan baru, kebijakan Umar diikuti. Tidak lama
setelah Negara-negara tersebut ditaklukkan, kemudian tindakan efektif
diterapkan dalam rangka pengembangan Sumber Daya Alam (SDA). Aliran air digali,
jalan dibangun, pohon buah-buahan ditanam dan keamanan perdagangan diberikan dengan
cara pembentukan organisasi kepolisian tetap. Khalifah Utsman tidak mengambil
upah dari kantornya. Sebaliknya, dia meringankan beban pemerintah dalam hal;
yang serius. Dia bakan menyimpan uangnya di bendahara Negara. Hal ini
menimbulkan kesalahpahamn antarakhalifah dan Abdullah Bin Arqom, salah seorang
sahabat nabi yang terkemuka, yang berwenang melaksanakan kegiatan baitul maal
pusat. Beliau juga berusaha meningkatkan pengeluaran dan pertahanandan
kelautan, meningkatkan dana pensiun dan pembanguunan di wilayah takhlukan baru,
khalifah membuat beberapa perubahan administrasi dan meningkatkan kharaj dan
jizyah dari Mesir.
d. Masa
Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib
Setelah meninggalnya khalifah Utsman bin Affan, Ali
terpilih sebagai khalifah dengan suara bulat. Ali menjadi khalifah selama 5
tahun. Kehidupan Ali sangat sederhana dan dia sangat ketat dalam menjalankan
keuangan Negara. Gubernur Ray dijebloskan ke penjara oleh khalifah dengan
tuduhan penggelapan uang Negara. Dalam hal penerimaan Negara, Ali masih
membebankan pungutan khums atas ikan atau hasil hutan. Menurut
Baladhuri, Ali membebankan para pemilik hutan (Ajmat) 4.000 dirham.
Masa Khalifah Utsman bin
Affan
Pada masa kepemimpinan Utsman, pejabat Baitul Maal
yang bertempat di wilayah kekuasaan Islam bersifat mandiri, sehingga memiliki
kekuasaan untuk mengontrol pengeluaran dana pejabat dan gubernur di wilayah
tersebut. Beliau juga menggunakan dana Baitul Maal untuk menjamin kesejahteraan
rakyat, dan setiap Jumat beliau berusaha memerdekakan budak dan menjamin
kehidupan janda dan anak yatim piatu (Noviyanti, n.d.).
Masa Khalifah Ali Bin Abi
Thalib
Pada pemerintahan Khalifah Ali Bin Abi Thalib, beliau
menggunakan dana yang dihimpun Baitul Maal untuk kepentingan rakyat dan
pembangunan. Dalam hal penerimaan negara, Ali masih membebankan pungutan khums
atas ikan atau hasil hutan sebesar 4.000 dirham (A. Hamid, 2018).
Keuangan Publik Periode
Umayyah
1.
Umar Bin Abdul Aziz Pada masa ini mengalami perubahan
kondisi Baitul Maal, namun perubahan ini tidak berdampak negatif, melainkan
berdampak sangat positif. Pada pemerintahan sebelumnya Baitul Maal dikelola
dengan kehati-hatian dan memperhatikan pendapat rakyat namun di periode Bani
Umayyah khususnya pada pemerintahan Umar Bin Abdul Aziz (717-720 M) kewenangan
Baitul Maal sepenuhnya berada di bawah kewenangan khalifah.
2. Abdul Malik Bin Marwan
Kesejahteraan masyarakat pada masa khalifah Abdul Malik Bin Marwan tidak kalah
dari masa khalifah Umar Bin Abdul Aziz. Pada masa ini telah dicetak mata uang dengan
hiasan khas ayat Al-Quran yang badan dasarnya berasal dari emas dan perak dan
hal ini juga menjadi salah satu ciri khas pada masa Umayyah. Pada masa Umayyah
ini, islam menjadi kekuatan adidaya di masa itu sebab banyak sekali orang kaya
melimpah ruah dari kota hingga ke padang pasir (Latifah & Jamal, 2019).
Keuangan Publik Periode
Abbasiyah
Pada masa dinasti Abbasiyah, pengelolaan keuangan
publik mengalami kemajuan pada kepemimpinan Harun Ar-Rasyid dan Al-Ma’mun.
Sektor perekonomian, perdagangan, dan pertanian mengalami kemajuan pesat waktu
itu. Para saudagar dari berbagai dunia juga melakukan transaksi perdagangan di
Baghdad. Akhirnya negara mendapat pemasukan besar dari aktivitas tersebut.
Harun Ar-Rasyid sebagai khalifah menggunakan dana tersebut untuk kesejahteraan
rakyat, seperti pembangunan fasilitas publik serta lain sebagainya yang sangat
bermanfaat bagi umat. Kemudian dalam bidang administrasi masyarakat non-Arab
juga mendapat fasilitas serta menduduki jabatan yang strategis seperti khalifah
sebagai kepala pemerintahan, penguasa tertinggi, dan sekaligus menguasai
jabatan keagamaan serta mendirikan beberapa Diwan (Noviyanti, n.d.).
Keuangan Publik Periode
Utsmaniyah
Setelah menaklukkan Konstantinopel tahun 1453
memperkuat status kepemimpinan Utsman sebagai kekuatan besar di Eropa tenggara
dan Mediterania timur. Saat itu program utama Utsmaniyah yaitu memperluas
wilayah kejayaan tentara muslim hingga Eropa. Angkatan laut Utsmaniyah disegani
di dunia dan sebagai kekuatan dagang antar benua (Eropa, Asia, dan Afrika).
Kekayaan negara dimanfaatkan untuk stabilisasi sehingga rakyat makmur dan
wibawa negara dipandang. Utsman sangat memperhatikan urusan rakyat, mulai dari
sekolah madrasah, rumah sakit, perdagangan dan industri, masalah administrasi,
ketentaraan, dan lain sebagainya (Noviyanti, n.d.).
Pengelolaan keuangan
publik di Indonesia
Dunia modern menawarkan banyak peluang untuk inovasi
keuangan publik untuk jenis baru kemitraan dengan sektor swasta dan lintas
batas-batas nasional (Donaldson, 2006). Seiring berkembangnya zaman sumber
pemasukan negara sangat bervariatif mulai dari pajak, retribusi, hingga hibah.
Sistem pengelolaan keuangan yang tepat diperlukan dalam pengoptimalan pemasukan
dan pengeluaran. Semakin besar pendapatan suatu negara maka semakin besar pula
pengeluaran yang harus dikeluarkan
Komentar
Posting Komentar