PENERAPAN MANAJAMEN ZAKAT SESUAI
UNDANG-UNDANG ZIS DI INDONESIA
Oleh
Aldra
Puspita Rahma
17081194067
Zakat, Infaq, Shadaqah di Indonesia
Awal
masuknya agama islam di Indonesia, zakat adalah salah satu sumber dana untuk
pengembangan ajaran islam serta sebagai dana perjuangan bangsa Indonesia
melawan penjajahan Belanda. Di Sumatra misalnya, Belanda terlibat dalam perang
besar berkepanjangan melawan orang-orang Aceh yang fanatik. Demikian juga di
tempat-tempat lain yang penduduknya mayoritas beragama islam. Umumnya mereka
kuat dan gigih dalam melawan penjajahan Belanda karena mereka memiliki sumber
dana yang kuat berupa hasil zakat. Tempat yang dijadikan pengelolaan
sumber-sumber tersebut adalah masjid, surau atau langgar (M. Nur Rianto
al-Arif, 2011; 279)
Pada masa penjajahan, setidaknya sejak 1858, kebijakan
pemerintahan Belanda terhadap zakat secara umum bersifat netral dan berusaha
tidak campur tangan. Kebijakan ini berlatar dari upaya untuk membendung
ketidakpuasan rakyat atas penyalahgunaan dana zakat oleh pejabat-pejabat yang
ditunjuk oleh pemerintah Belanda, seperti bupati, wedana, dan kepala desa.
Untuk menjaga stabilitas politik dan keamanan, Pemerintah Belanda menerbitkan
regulasi pada 1866 yang melarang seluruh pejabat untuk terlibat dalam pengumpulan
dan pendistribusian zakat. Di era penjajahan Belanda ini, zakat sepenuhnya
menjadi urusan pribadi. Kebijakan pemerintah kolonial yang netral dengan
pendekatan non-intervensi ini, mengizinkan penguatan masyarakat sipil melalui
pendayagunaan untuk pendidikan dan kegiatan sosial lainnya (Yusuf Wibisino,
2015; 36). Pada saat awal kemerdekaan
Indonesia, pengelolaan zakat juga diatur oleh pemerintah dan masih menjadi
urusan masyarakat. Lalu pada tahun 1951, keluarlah surat edaran dari Kementrian Agama dengan Nomor A/VII/17367.
Sejarah Pengelola Zakat, Infaq, Dan
Shadaqah Pada Zaman Rasulullah Saw
Pada zaman Nabi Muhammad Saw, dikenal
sebuah lembaga yang disebut Baitul Mal. Baitul Mal ini memiliki tugas dan
fungsi mengelola keuangan negara. Sumber pemasukannya berasal dari dana zakat,
infaq, kharaj (pajak bumi), jizyah (pajak yang dikenakan bagi non-muslim),
ghanimah (harta rampasan perang), fai, dan lain-lain. Sedangkan penggunaan
asnaf mustahik (yang berhak menerima) yang telah ditentukan, seperti untuk kepentingan
dakwah, pendidikan, pertahanan, kesejahteraan sosial, pembuatan infrastruktur,
dan lain sebagainya.
Saat ini pengertian baitul mal tidak lagi
seperti di zaman Rasulullah Saw dan para sahabat. Akan tetapi, mengalami
penyempitan yaitu hanya sebagai lembaga yang menghimpun dan menyalurkan
dana-dana zakat, infaq, shadaqah, dan wakaf, atau lebih dikenal sebagai
organisasi pengelola zakat
Manajamen Zakat, Infaq, dan Shadaqah di
Indonesia
Pengelolaan zakat di Indonesia
dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) dengan cara
menerima atau mengambil harta zakat dari muzakki atas dasar pemberitahuan
muzakki. Badan Amil Zakat (BAZ) juga dapat bekerja sama dengan pihak bank yakni
dalam pengumpulan zakat harta muzakki yang berada di dalam bank atas permintaan
muzakki.
Pemerintah Indonesia sudah
mengeluarkan UU No 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat, namun undang-undang
tersebut tidak akan bisa jalan bila peraturan pemerintah tidak diterbitkan, dua
tahun setelah dikeluarkan undang-undang tersebut tahun 2014 Peraturan
Pemerintah No 14 tentang pengelolaan zakat sudah diterbitkan.
BAZNAS sebagai Badan Amil Zakat, kegiatan
pokoknya adalah menghimpun ZIS dari muzakki dan menyalurkan ZIS kepada Mustahik
yang berhak menerima sesuai dengan ketentuan agama. Adapun ruang lingkup dari
BAZNAS yang meliputi skala nasional adalah unit pengumpulan zakat di
departemen, BUMN, konsulat Jendral, dan dengan lembaga amil zakat lain. Beda
halnya dengan BAZIS (Badan Amil Zakat dan Infak atau Shadaqah) didirikan
berdasarkan surat keputusan gubernur yang mempunyai ruang lingkup kerja di
wilayah propinsi, kabupaten atau kota, dan kecamatan tersebut (Elsi Kartika
Sari, 2007; 46).
Organisasi Pengelola Zakat menurut Mahmudi :
Skema Pengelolaan dan Pengalokasian
Zakat, menurut Muhammad
dan Ridwan Mas’ud , 2005; 120
Adapun sistem In Kind diterapkan dengan
mekanisme dana zakat yang tidak dibagikan dalam bentuk uang apalagi dalam
bentuk sertifikat. Namun dana zakat diberikan dalam bentuk alat-alat produksi
yang dibutuhkan oleh kaum ekonomi yang lemah yang ingin berusaha atau produksi,
baik mereka yang baru akan mulai usahanya maupun yang telah berusaha untuk
pembangunan usaha yang telah ada. Jika sistem ini diterapkan di Indonesia yang
merupakan negara agraris, yaitu penduduk golongan menengah banyak yang
berpekerjaan sebagai petani, maka sistem ini sangatlah tepat. Bagi kaum ekonomi
lemah yang memiliki orientasi usaha sendiri, sistem ini juga tepat untuk
dikembangkan.
Skema Sistem In Kind
Ada
tiga strategi dalam pengumpulan zakat, (Rahmawati Muin, 2011; 124) yaitu:
1. Pembentukan
unit pengumpulan zakat, baik kemudahan bagi lembaga pengelola zakat, baik
kemudahan bagi lembaga pengelola zakat dalam menjangkau para muzakki maupun kemudahan
bagi para muzakki untuk membayar zakatnya, maka setiap Badan Amil Zakat dapat
membuka Unit Pengumpul Zakat (UPZ) di berbagai tempat sesuai tingkatannya, baik
nasional, propinsi, dan daerah
2.
Pembukaan
kounter penerimaan zakat. Selain membuka unit pengumpul zakat di berbagai
tempat, lembaga pengelola zakat dapat membuka kounter atau loket tempat
pembayaran zakat atau sekretariat lembaga yang bersangkutan. Kounter atau loket
tersebut harus dibuat yang refresentatif, seperti layaknya loket lembaga keuangan
profesional yang dilengkappi dengan ruang tunggu bagi muzakki yang akan
membayar zakat, disediakan alat tulis dan penghitung seperlunya, disediakan
tempat penyimpanan uang atau brangkas sebagai tempat pengamanan sementara
sebelum disetor ke bank, ditunggu dan dilayani oleh tenaga-tenaga penerima
zakat yang siap setiap saat sesuai jam pelayanan yang sudah ditentukan.
3. Pembukaan rekening di bank. Perlu diperhatikan di sini adalah
bahwa dalam rekening hendaklah dipisahkan antara masing-masing rekening sehingga
dengan demikian akan memudahkan para muzakki
Al-Ghazali ketika berbicara harta mengenai
cara menghimpun, mengelola,
dan mendistribusikan berpendapat bahwa pengelolaan zakat harus ditangani oleh
institusi khusus (‘amilin) yamg independen yang jauh dari campur tangan pemerintah dan hakim (pengadilan). Dalam kaitan ini, dana zakat didistribusikan kepada panitia pembangunan masjid dari alokasi dana zakat untuk bagian ashnaf sabilillah. Dapat dipahami bahwa ketika dana zakat terkumpul maka alternatif pengelolaannya bisa didayagunakan melalui program proyek industri, home industri, dan lain-lain. Hal inilah sesungguhnya hikmah dan tujuan disyariatkan untuk kemaslahatan dan kemanfaatan bagi kehidupan manusia baik secara mental spiritual maupun material.
dan mendistribusikan berpendapat bahwa pengelolaan zakat harus ditangani oleh
institusi khusus (‘amilin) yamg independen yang jauh dari campur tangan pemerintah dan hakim (pengadilan). Dalam kaitan ini, dana zakat didistribusikan kepada panitia pembangunan masjid dari alokasi dana zakat untuk bagian ashnaf sabilillah. Dapat dipahami bahwa ketika dana zakat terkumpul maka alternatif pengelolaannya bisa didayagunakan melalui program proyek industri, home industri, dan lain-lain. Hal inilah sesungguhnya hikmah dan tujuan disyariatkan untuk kemaslahatan dan kemanfaatan bagi kehidupan manusia baik secara mental spiritual maupun material.
Skema Pemanfaatan Zakat, Infak, dan
Shadaqah dalam (Umrotul Khasanah, 2010; 102)
Komentar
Posting Komentar